PENGERTIAN HUKUM
Istilah hukum berasal dari Bahasa
Arab yakni HUK'MUN yang artinya menetapkan[1]. Arti hukum dalam bahasa Arab ini mirip
dengan pengertian hukum yang dikembangkan oleh kajian dalam teori hukum, ilmu
hukum dan sebagian studi-studi sosial mengenai
hukum. Hukum sendiri menetapkan tingkah laku mana
yang dibolehkan, dilarang atau disuruh untuk dilakukan. Hukum juga dinilai
sebagai norma yang mengkualifikasi peristiwa atau kenyataan tertentu menjadi
peristiwa atau kenyataan yang memiliki akibat hukum.
Berikut
ini pengertian dan definisi hukum menurut beberapa ahli[2]:
1.
Menurut
Daliyo, dkk
“Hukum pada dasarnya adalah peraturan tingkah laku manusia, yang
diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus
dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi
itu pasti dan dapat dirasakan
nyata bagi yang bersangkutan). Hukum objektif adalah
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat.
Dari sini berkembang pengertian hubungan hukum, yaitu hubungan antar sesama
anggota masyarakat yang diatur oleh hukum, dan subyek hukum, yaitu
masing-masing anggota masyarakat yang saling mengadakan hubungan hokum”.
2.
Soedkno
Mertokusumo
“Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku
yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.”
3.
Mochtar
Kusumaatmadja
“Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup
manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang
mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat”.
4.
Aristoteles
“Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan
mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi
untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk
menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar”.
5.
Leon
Duguit
“Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat
sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan
reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu”.
6.
Immanuel
Kant
“Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas
dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang
yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan”.
7.
Roscoe Pound
“Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara
manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu
yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar
kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a tool of social engineering”.
8.
John
Austin
“Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung
dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat
politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang
tertinggi”.
9.
Soerjono
Soekamto
“Mempunyai berbagai arti: 1. Hukum dalam arti ilmu
(pengetahuan) hukum 2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang
kenyataan 3. Hukum dalam arti kadah atau norma 4. Hukum dalam ari tata
hukum/hukum positf tertulis 5. Hukum dalam arti keputusan pejabat 6. Hukum
dalam arti petugas 7. Hukum dalam arti proses pemerintah 8. Hukum dalam arti
perilaku yang teratur atau ajeg 9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai”
Dari berbagai definisi hukum diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1)
Peraturan atas kaidah-kaidah tingkah laku manusia
2)
Peraturan diadakan oleh lembaga yang berwenang membuatnya
3)
Peraturan bersifat memaksa
4)
Peraturan mempunyai sanksi yang tegas
Penggolongan
Hukum
Adapun penggolongan hukum adalah sebagai berikut:
1.
Berdasarkan
Wujudnya:
a)
Tertulis,
b)
Tidak Tertulis,
2.
Berdasarkan Ruang
atau wilayah berlakunya:
a)
Lokal,
b)
Hukum Adat
c)
Nasional
d)
Internasional,
3.
Berdasarkan Waktu
Yang Diaturnya:
a)
Hukum yang berlaku
sekarang ini atau saat ini atau hukum positif.
b)
Hukum yang berlaku
pada waktu yang akan datang.
c)
Hukum antarwaktu
yaitu hukum yang mengatur suatu peristiwa yang menyangkut hukum yang berlaku
saat ini dan hukum berlaku pada masa lalu.
4.
Berdasarkan Pribadi
Yang diaturnya:
a)
Hukum satu golongan
b)
Hukum semua
golongan
c)
Hukum antar
golongan
5.
Berdasarkan Isi
Masalah Yang diaturnya:
a)
Hukum Publik
b)
Hukum Privat
6.
Berdasarkan Tugas
dan Fungsinya:
a.
Hukum Material
b.
Hukum Formal
Bentuk
Hukum
1.
Hukum Publik
Hukum publik mengatur hubungan
antara warga negara dengan negara yang menyangkut kepentingan umum. Adapun yang
masuk ke dalam golongan hukum publik adalah sebagai berikut:
a.
Hukum Tata Negara
b.
Hukum Administrasi
Negara
c.
Hukum Pidana
d.
Hukum Acara/hukum formal
2.
Hukum Perdata (privat)
Perdata sama artinya dengan warga negara, pribadi, sipil, atau
privat. Sumber pokok hukum perdata adalah Burgerlijk wetboek (BW) yang dalam arti luas juga mencakup Hukum
Dagang dan Hukum Adat. Jadi Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur
tentang kepentingan-kepentingan orang perorangan.
Dalam ilmu
pengetahuan hukum,hukum perdata dapat dibagi sebagai berikut:
a.
Hukum Perorangan
(pribadi)
b.
Hukum Keluarga
c.
Hukum Kekayaan
d.
Hukum Waris
e.
Hukum Dagang dan
Hukum Adat
f.
Hukum Islam
Sumber
Hukum
Sumber hukum adalah segala yang
menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang
kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sumber Hukum
dibedakan antara sumber hukum material dan sumber hukum formal.
A.
Sumber Hukum
Material adalah keyakinan dan perasaan hukum individu dan pendapat umum yang
menentukan isi atau materi ( Jiwa )hukum. Isi atau materi hukum dapat bersumber
dari nilai agama maupun kesusilaan, kehendak Tuhan.
B.
Sumber Hukum Formal
adalah bentuk atau kenyataan yang oleh karenanya kita dapat menemukan hukum
yang berlaku. Macam-macam sumber hukum formal yaitu:
a)
Undang-Undang
1)
Undang-undang dalam
arti material yaitu setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
isinya mengikat secara umum.
2)
Undang-undang dalam
arti formal adalah setiap peraturan yang karena bentuknya dapat disebut
Undang-undang.
b)
Kebiasaan (hukum
tidak tertulis)
Kebiasaan merupakan semua peraturan yang meskipun tidak
diterapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat karena mereka
yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum. Agar kebiasaan itu mempunyai
kekuatan dan dapat dijadikan sebagai sebagai sumber hukum, maka ditentukan oleh
2 faktor :
1)
Adanya perbuatan
yang dilakukan berulang kali dalam hal yang sama yang selalu diikuti dan
diterima oleh yang alinnya
2)
Adanya keyakinan
hukum dari orang-orang atau golongan yang berkepentingan. Maksudnya adanya
keyakinan bahwa kebiasaan itu memuat hal-hal yang baik dan pantas ditaati serta
mempunyai kekuatan mengikat.
c)
Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap
suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh
hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang serupa.
d)
Traktat
Traktat adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara
atau lebih mengenai persoal-soalan tertentu yang menjadi kepentingan negara
yang bersangkutan.
Dalam pelaksanaanya, traktat dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1)
Traktat bilateral
adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara
2)
Traktat
multilateral adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh lebih dari dua
negara.
e)
Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang
dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya,
Pembentukan dan Pembaharuan Hukum
Negara
kita sudah berhasil
melakukan constitutional reform secara besar-besaran. Jika UUD 1945 yang
hanya mencakup 71 butir ketentuan di dalamnya, maka setelah empat kali
mengalami perubahan, UUD 1945 sekarang berisi 199 butir ketentuan. Perubahan
UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang Tahunan
MPR[3]
dari tahun 1999 hingga perubahan keempat pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002
bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya Komisi Konstitusi yang bertugas
melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan
Ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi.
Perubahan Pertama dilakukan dalam Sidang
Tahunan MPR Tahun 1999 yang meliputi Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal
13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal
22 UUD 1945. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal yang diubah, arah Perubahan
Pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.[4]
Perubahan Kedua dilakukan dalam sidang
Tahunan MPR Tahun 2000 yang meliputi Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19,
Pasal 20 ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 28A, Pasal
28B, Pasal 28C, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal
28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan
Pasal 36C UUD 1945. Perubahan Kedua ini meliputi masalah wilayah negara dan
pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam hal memperkuat
kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan yang terperinci tentang HAM.[5]
Perubahan Ketiga yang ditetapkan pada
Sidang Tahunan MPR Tahun 2001 mengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan
Pasal 1 ayat (2) dan (3), Pasal 3 ayat (1), (3), dan (4), Pasal 6 ayat (1) dan
(2), Pasal 6A ayat (1), (2), (3), dan (5), Pasal 7A, Pasal 7B ayat (1), (2),
(3), (4), (5), (6), dan (7), Pasal 7C, Pasal 8 ayat (1) dan (2), Pasal 11 ayat
(2) dan (3), Pasal 17 ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan
(4), Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4), Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2),
(3), (4), (5), dan (6), Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3), Pasal 23A, Pasal 23C,
Bab VIIIA, Pasal 23E ayat (1), (2), dan (3), Pasal 23F ayat (1), dan (2), Pasal
23G ayat (1) dan (2), Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 24A ayat (1), (2), (3),
(4), dan (5), Pasal 24 B ayat (1), (2), (3), dan (4), Pasal 24C ayat (1), (2),
(3), (4), (5), dan (6) UUD 1945. Materi Perubahan Ketiga UUD 1945 meliputi
ketentuan tentang Asas-asas landasan bernegara, kelembagaan negara dan hubungan
antar lembaga negara, dan ketentuan-ketentuan tentang Pemilihan Umum.[6]
Perubahan keempat dilakukan dalam Sidang
Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan dan atau penambahan dalam Perubahan Keempat
tersebut meliputi Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3); Pasal
11 ayat (1); Pasal 16, Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal
31 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 32 ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab
IV, Pasal 33 ayat (4) dan (5); Pasal 34 ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 37
ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan
Tambahan Pasal I dan II UUD 1945. Materi perubahan pada Perubahan Keempat
adalah ketentuan tentang kelembagaan negara dan hubungan antar lembaga negara,
penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), ketentuan tentang pendidikan dan
kebudayaan, ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan aturan
peralihan serta aturan tambahan.[7]
Penegakan Hukum
Penegakan Hukum
(law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan
dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran
atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur
peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa
lainnya (alternative desputes or conflicts resolution). Bahkan, dalam
pengertian yang lebih luas lagi, kegiatan penegakan hukum mencakup pula
segala aktifitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah normatif
yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan
sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut
kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan
peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan
peradilan.
Para penegak
hukum ini dapat dilihat pertama-tama
sebagai orang atau unsur manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur
kerjanya masing-masing. Dalam pengertian demikian persoalan penegakan hukum
tergantung aktor, pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua, penegak hukum dapat pula
dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi dengan kualitas birokrasinya
sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari kacamata
kelembagaan yang pada kenyataannya, belum terinstitusionalisasikan secara
rasional dan impersonal (institutionalized). Namun, kedua perspektif
tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya
satu sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang
terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang rasional.
Profesi hukum
perlu ditata kembali dan ditingkatkan mutu dan kesejahteraannya. Para profesional hukum itu antara lain meliputi (i)
legislator (politisi)[8], (ii)
perancang hukum (legal drafter), (iii) konsultan hukum, (iv) advokat,
(v) notaris, (vi) pejabat pembuat akta tanah, (vii) polisi, (viii) jaksa, (ix)
panitera, (x) hakim, dan (xi) arbiter atau wasit. Untuk meningkatkan kualitas
profesionalisme masing-masing profesi tersebut, diperlukan sistem sertifikasi
nasional dan standarisasi, termasuk berkenaan dengan sistem kesejahteraannya.
Di samping itu juga diperlukan program pendidikan dan pelatihan terpadu yang
dapat terus menerus membina sikap mental, meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan profesional aparat hukum tersebut.
[3] Sidang Tahunan MPR
baru dikenal pada masa reformasi berdasarkan Pasal 49 dan Pasal 50 Ketetapan
MPR No. II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia.
[4] Ditetapkan pada
tanggal 19 Oktober 1999.
[5] Ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 2000.
[8]Untuk sementara
ini, para politisi sebagai legislator di lembaga perwakilan memang belum dapat
dikategorikan sebagai profesi yang tersendiri. Akan tetapi, di lingkungan
sistem politik yang sudah mapan dan peran-peran profesional telah terbagi
sangat ketat, jabatan sebagai anggota parlemen juga dapat berkembang makin lama
makin profesional. Politisi lama kelamaan menjadi profesi karena menjadi pilihan
hidup profesional dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar